Putatgede - Kapan to Enaknya ?

Kapan to Enaknya ?

Dahulu di Desa Putatgede pernah ada sebuah mitos yang mengatakan bahwa seorang perawan akan dicarikan jodoh oleh orang tuanya dengan seorang perjaka yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah lahan pertanian artinya perjaka itu akan menjadi incaran bagi para orang tua yang mempunyai anak perawan jika dia lihai dalam membajak sawah; dalam bahasa jawanya" joko sing isi gawe larikane kenceng-kenceng tur rampet ora bengkang-bengkong arang-arang koyok cakaran kucing kerahan".
Itu dahulu saat masyarakat desa ini masih menganggap cerita Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan hanya sebagai dongeng/ fiksi menjelang tidur untuk meninabobokan anak-anaknya.Pada saat itu para orang tua begitu antusias menceritakan Jaka Tarub yang merasa heran terhadap istrinya Dewi Bawang Wulan mengapa padi di lumbungnya kelihatannya tidak berkurang walau dimasak setiap hari, sehingga pada suatu pagi saat Nawangwulan hendak mencuci ke sungai. Ia menitipkan Nawangsih (anak dari Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan) pada Jaka Tarub. Nawangwulan juga mengingatkan suaminya itu agar tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang dinanaknya.Ketika sedang asyik bermain dengan Nawangsih yang saat itu berumur satu tahun, Jaka Tarub teringat akan nasi yang sedang dinanak istrinya. Karena terasa sudah lama, Jaka Tarub hendak melihat apakah nasi itu sudah matang. Tanpa sadar Jaka Tarub membuka kukusan nasi itu. Ia lupa akan pesan Nawangwulan (untuk tidak membika kukusan).Betapa terkejutnya Jaka Tarub saat melihat isi kukusan itu ternyata Nawangwulan hanya memasak setangkai padi. Ia langsung teringat akan persediaan padi dilumbungnya yang tampak tidak berkurang meski dimasak setiap hari.
Mitos itu benar-benar nyata saat masyarakat desa ini masih menggunakan bajak dan sapi dalam mengolah lahan pertanianya dan wanita-wanita dewasanya masih mahir menyusun irama nan padu dari mengayuh alu diatas lesung untuk mengolah hasil pertanianya.
Dari mitos itulah para orang tua mempersiapkan anak-anaknya sebagai generasi penerus dalam bidang pertanian dan berlomba untuk menjadikan anak-anaknya terampil sejak dini supaya cepat laku dalam berjodoh.
Mereka (anak-anak petani) ini dari usia dini sudah diajak menemani sang ibu kesawah untuk menghantarkan sarapan pagi sang ayah yang sedang bekerja di ladang,diperkenalkanya pada panasnya sinar mentari,memandang hijaunya dedaunan tanaman pertanian yang tumbuh dan atau hanya sekedar memetik dan memanen.Menenginjak usia anak-anak mereka diajarkan menjadi seorang penggembala; pekerjaan mencari rumput, mengeluar dan memasukan ternak ke kandang, menggembala, memandikan, membersihkan kotoran dari kandangnya dan menghantarkan ternak kesawah (berek) saat sang ayah mau membajak adalah pekerjaan yang lazim dilakukan oleh anak-anak petani desa saat itu. Saat memasuki usia dewasa mereka diharuskan sudah mampu mengoperasikan bajak (krakal, luku dan garuh) dengan baik, dangir serta pekerjaan-pekerjaan lainya.
Pendidikan karakter yang diwariskan oleh para orang tua kepada anak-anaknya dalam bidang pertanian ini sungguh mengakar kuat dalam kultur masyarakat petani kita hingga menjadikan mereka sebagai seorang petani yang gigih, tidak mudah menyerah, tidak mudah mengeluh di segala kondisi, tahan banting dan pekerja keras.
Dan bumi terus berotasi pada porosnya begitu pun matahari tetap berevolusi mengelilingi galaksi bima sakti tanpa jeda menjadikan waktu terus berganti; perasaan kemarin hari kamis sekarang sudah kamis lagi, perasaan kemarin bulan ruwah sekarang sudah ruwah lagi durasi waktu yang tetap tapi terasa cepat karena angsuran BRI.


Dipost : 21 Juli 2022 | Dilihat : 507

Share :