Putatgede - TRADISI WEH-WEHAN WUJUD UKHUWAH ISLAMIYAH DI KECAMATAN KALIWUNGU KENDAL

TRADISI WEH-WEHAN WUJUD UKHUWAH ISLAMIYAH DI KECAMATAN KALIWUNGU KENDAL

Tradisi sebagai unsur dari sebuah kebudayaan merupakan suatu hal yang tak dapat lepas dari kehidupan manusia. Hampir dari semua tindakan manusia merupakan hasil dari kebudayaan. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut biasanya dengan cara belajar, seperti melalui proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi. Pengaruh dari adanya unsur geografis, ekonomis, teknologi, agama dan politik, mengakibatkan terjadinya benturan berbagai kebudayan manusia. Akibat dari benturan kebudayaan tersebut maka terjadi pembentukan budaya baru budaya baru yang berupa asimilasi, dan akulturasi.

Masyarakat Kaliwungu yang masih meyakini adanya kekuatan pada benda-benda sakral, membuktikan bahwa sesuai dengan filosofi pandangan hidup orang Jawa. Orang Jawa dalam hidupnya berpegangan dua hal, yakni religius dan mistis. Masyarakat Kaliwungu dalam keseharianya mereka saling bantu-membantu dan tidak membedakan antara penduduk setempat dengan orang pendatang. Hal ini dapat dilihat dari keterbukaan dan keakraban masyarakat Kaliwungu kepada santri-santri dan bagaimana cara mereka menjamu tamu. Ketika berkunjung di Kaliwungu maka sangat terasa sekali nuansa islami di dalamnya. Kehidupan dalam pesantren, sangat memperhatikan etika dan tata krama. Kesopanan yang ada pada kehidupan pesantren merupakan implikasi dari bagaimana etika para santri terhadap kyainya.

Menghormati kyai merupakan suatu hal yang sangat penting baik bagi santri maupun bagi masyarakat Kaliwungu. Unggah-ungguh di Kaliwungu sangat terasa dijaga walaupun dalam kenyataanya, ada sebagian masyarakat yang masih berpenampilan mengikui zaman, akan tetapi tidak menghilangkan nuansa busana islami, seperti memakai sarung, gamis, dan sebagainya. Begitu halnya ketika masyarakat menanggapi hal yang tidak / kurang mereka setujui tidak pernah menyampaikan secara langsung. Mereka menyampaikan bentuk ketidaksetujuan hanya dalam hati saja, sedangkan dalam realitasnya ketika mereka  berkomunikasi dengan yang lain mereka menaggapinya sebagai rasa menghormati terhadap sesama.

Secara umum, segala sesuatu yang dilakukan dengan cara berpura-pura adalah hal yang tidak baik. Ketidakjujuran dalam melakukan sesuatu pasti mengandung unsur setengah hati. Tetapi penulis sangat menjunjung tinggi atas bentuk moral orang Jawa, dalam hal ini masyarakat Kaliwungu yang sangat tinggi rasa menghormati, menghargai, toleransi, dan menghindari terjadinya kekecewaan pada orang lain. Relitasnya ketika sikap ini diterapkan dampak dari segi sosial kemasyarakatanya sangat terlihat rukun dan gotong royong.

Sebagai umat muslim, tentunya juga mempunyai tradisi keagamaan. Salah satunya tradisi peringatan maulid nabi. Tradisi maulid nabi bermaksud untuk mengingatkan kembali akan Nabi Muhammad saw. Sehingga dari tradisi peringatan maulid nabi tersebut, diharapkan bisa mewarisi akhlak nabi Muhammad saw.

Salah satunya dengan cara berṣolawat seperti Allah dan paramalaikat berṣolawat kepada nabi. Bagi masyarakat Kaliwungu memperingati maulid nabi merupakan hal yang sangat sayang jika dilewatkan. Sebagai bentuk penghormatan kepada nabi dan sebagai rasa syukur kepada Allah swt, masyarakat Kaliwungu memperingati maulid nabi dengan tradisi weh-wehan. Tradisi weh-wehan dalam perspektif teologi, dipandang bukan sebagai tradisi yang melenceng dari ajaran agama Islam, sehingga boleh untuk dilakukan. Bahkan tradisi tersebut sangat dianjurkan, karena dalam tradisi tersebut banyak akan kebaikanya.

Salah satunya merupakan implikasi tentang keutamaan sodaqoh di bulan maulid. Dikatakan utama, karena nilai sodaqoh disini dilakukan pada waktu yang spesial, yaitu pada hari kelahiran Rasulullah saw. Sehingga para ulama sangat menganjurkan kepada umat muslim untuk memperbanyak sodaqoh terutama di bulan maulid. Tradisi weh-wehan dimata masyarakat, tidak terdapat unsur memberatkan, karena tidak ada patokan dan paksaan dalam memberinya. Hal lain yang menarik dalam tradisi weh-wehan adalah pelaku penghantar makanannya lebih diutamakan anak kecil.

Maksud dan tujuanya adalah sebagai sarana pendidikan untuk mengajarkan rasa cinta Rasul kepada anak dan semangat sodaqoh. Selain itu dapat pula sebagai sarana menanamkan rasa kepedulian sosial pada anak terhadap orang yang lebih tua. Tradisi weh-wehan membawa pengaruh tersendiri pada masyarakat Kaliwungu, baik dari segi aqidah dan maupun sosialnya.

Dilihat dari segi aqidah, mereka pendekatan diri kepada Allah dan Rasulnya semakin dekat. Sedangkan dari segi sosialnya, tercermin ukhuwah Islāmiyah yang kental pada masyarakat Kaliwungu. Walaupun dalam kenyataannya warga masyarakat Kaliwungu tidak semuanya beragama Islam. Tetapi mereka rukun satu sama lain dan tidak saling bermusuhan. Mereka saling menghargai, toleransi terhadap sesama. Bahkan dari umat agama Kristen sebagian ada yang ikut merayakan tradisi weh-wehan walaupun tidak ikut dalam berjanjenan seperti yang terjadi di desa Kutoharjo. Harapan mereka dari tradisi weh-wehan adalah diharapkan muncul budaya tepo sliro (saling menghormati), dan diharapkan akan tumbuh budaya sodaqohan dan pengakraban (ta’arufan) untuk saling lebih mengenal.

 


Dipost : 07 Oktober 2022 | Dilihat : 1186

Share :