SUATU MALAM SAAT NGOPI BERSAMA
Kudengar dia berada dalam situasi yang buruk: kejatuhan ekonomi. Itu adalah pukulan berat yang mendarat dalam kehidupanya dan tidak mudah baginya menyikapi situasi seperti itu. Dia dipaksa melepaskan baju nafsunya,merasa terhina, malu, menderita, dan banyak lagi. Sampai pada titik akhir dia pasrah dan beradaptasi dengan "kesulitan" menjadi sesuatu yang “biasa”.
Baginya yang paling sulit dari semua itu adalah menerima kenyataan bahwa gaya hidup yang selama ini melekat telah terampas. Saya pernah berada pada posisi seperti itu. Saat itu saya seperti terjerat jaring laba-laba. Semakin saya berontak, semakin saya terjerat.Pikiran menjadi tidak jernih, beban semakin berat dan—yang pasti—kebahagiaan semakin menjauh.
Dan menariknya,cara saya menyelesaikan masalah pada saat itu dituntun oleh hawa nafsu, sehingga membuat saya semakin terbelit. Ibarat benang kusut;tidak tahu dimana letak pangkal dan ujungnya. Semakin saya memaksa untuk menyelesaikanya, semakin frustasi saya dibuatnya.Solusi bukannya mendekat, malah menjauh. Ketika berada pada titik itu saya seperti berhenti bergerak.Pikiranku cunthel rasane awak kudu oleng.
Hampir seluruh keputusan yang kita ambil dalam menjalani hidup ini selalu diikuti oleh hawa nafsu. Kita berprasangka bahwa apa yang kita putus dan lakukan itu sudah benar sehingga tidak menyadari bahwa pembenaran itu tetnyata sumbernya dari hawa nafsu. Bayangkan saja, ketika kita sedang berlimpah materi, yang ada dalam diri kita hanyalah nafsu;keinginan yang selalu ingin dituruti.Akibatya kebutuhan jiwa tertutupi. Kita begitu sombongnya menikmati semua itu dan baru sadar ketika akhirnya terbelit masalah.
Ada satu poin penting yan bisa aku petik ketika masuk pada wilayah kesulitan, yaitu nafsu yang selama ini selalu menjadi ukuranku telah diporakpandakan oleh kesulitan sampai babak belur.Tubuh menjadi tidak stabil, sensitif, gampang tersinggung dan mudah marah. Dalam kondisi seperti itu diperlukan asupan-asupan ruhani supaya jiwa menjadi seimbang dan tidak goyah,karena jiwa yang seimbang itulah yang menjadikan tetap waras, dalam kondisi apa pun. Tuhan dalam memberikan ujian,mempunyai sudut pandang yang tidak terbatas, dan kita hanya bisa mengira-ngira sudut pandang mana yang baik untuk kita. Salah satunya adalah banyaknya nafsu yang selama ini membelenggu kita diruntuhkan.
Dan ketika nafsu seseorang turun, seharusnya nilai spiritualnya naik. Karena orang menjadi lebih mudah melihat mutiara-mutiara ilmu untuk memenuhi jiwa yang selama ini kosong. Itu insting dasar sebenarnya bagi mereka yang berpikir,karena pemahaman seseorang biasanya berkembang ketika dia praktik sesudah teorinya didapat.
Menurut orang bijak bestari "Sebenarnya fase kesulitan ini yang paling mudah dalam hidup karena ketika dalam kesulitan, tingkat spiritual kita naik, sehingga mulut dan hati ini selalu bertasbih, berharap dengan menyebut nama-Nya, yang sulit adalah ketika fase sulit terlewati, dan masuk pada fase makmur kembali. Pada fase itu, biasanya seseorang akan kembali menaikkan nafsunya dan menurunkan tingkat spiritualnya".
Ketika itu terjadi, di mana nafsu kembali menguasai dan spiritual hilang sama sekali, dan ketika Tuhan sayang kepada hamba-Nya maka diujilah dia kembali dengan model yang sama,dalam kasus yang berbeda.
Dipost :
15 Juli 2022 | Dilihat : 895
Share :